Selasa, 22 Maret 2011

Pendidikan Pancasila

MATERI PERTEMUAN I, II, & III PERKULIAHAN
PENDIDIKAN PANCASILA
Oleh : H. Muhammad Alfani *)
Hj. Nurul Auliah**)


 Mengapa kita mempelajari Pancasila ?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu terlebih dahulu kita mengetahui Apa yang dimaksud dengan Pancasila.

Pengertian Pancasila
Panca diartikan sebagai Lima, dan Sila diartikan sebagai Dasar, sehingga Pancasila diartikan sebagai Lima Dasar seperti yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945.
Pengertian Pancasila secara lebih luas merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dari jaman nenek moyang sampai dengan telah terumus dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang diundangkan dalam berita Lembaran Negara RI tahun II Nomor 7 tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945 seperti tertera sebagai berikut : KeTuhanan YME., Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Karena merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sejak jaman dulu, berarti Pancasila itu bukan ciptaan orde lama, dan bukan pula ciptaan orde baru. Kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia itu sangat cocok dengan bangsa Indonesia.
Negara RI pernah menganut nilai-nilai yang dominan dari nilai liberalisme  seperti terjadi pada masa tahun 1949 sampai tahun 1950 dengan merubah sistem pemerintahan negara dari kabinet Presidentil ke kabinet Parlementer. Seperti kabinet Muhammad Roem, Kabinet, Syahril, Kabinet Hatta, dan lain-lain yang umurnya paling lama bertahan hanya 3 bulan, seringnya terjadi mosi tidak percaya, dan kabinet bubar, sehingga berdiri kabinet baru. Dalam kondisi gonta-ganti kepengurusan kabinet, manalah mungkin pemimpin keneagaraan RI mampu mencapai tujuan nasional maupun tujuan pembangunan nasionalnya. Dengan demikian nilai-nilai liberalisme yang dominan di Indonesia ternyata kurang cocok diterapkan.
Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1965, Negara RI menganut nilai-nilai sosialime yang bernama NASAKOM (Nasionalisme-Agama-Komunisme) yang pada puncaknya pada tanggal 30 September 1965 adanya usaha-usaha yang kuat untuk merubah dasar Negara RI Pancasila menjadi nilai-nilai sosialisme-komunisme yang dikenal dengan nama G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI). Namun berkat kegigihan bangsa Indonesia dan pertolongan Tuhan YME pada tanggal 1 Oktober 1965, gerakan Pancasila mampu mempertahan eksistensi nilai-nilai luhur bangsanya yakni Pancasila sebagai Dasar Negara RI, yang mana setiap tanggal 1 Oktober diperingati sebagai hari kesaktian Pancasila.

Pancasila sebagai Dasar Negara RI
Pancasila sebagai Dasar negara RI merupakan lambang-lambang dan atau simbol-simbol kenegaraan yang menjadi dasar perjuangan penyelenggaraan kenegaraan untuk mencapai tujuannya.
Lambang negara RI ialah burung Garuda yang menunjukkan suatu keperkasaan dan kegagahan bangsa Indonesia mengarungi kehidupan yang selalu ada mempunyai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri, sehingga filosofinya bangsa Indonesia mampu mengatasi hal-hal tersebut, sampai kapanpun tetap eksis dan survive di peta muka bumi.
Jumlah bulu sayap sebanyak 17 buah melambangkan angka 17, atau tanggal 17,
Jumlah bulu ekor sebanyak 8 buah melambangkan angka 8, atau bulan 8 atau Agustus,
Jumlah bulu leher sebanyak 45 buah melambangkan angka 45, atau tahun 1945.
Secara keseluruhan melambangkan bahwa negara Indonesia lahir atau merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945.
Pada lambang burung Garuda menjepit pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda-beda, namun tetap satu juga.
Adapun tujuan nasional Indonesia seperti yang termuat dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia dalam suatu susunan UUD Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan dengan berdasarkan kepada Pancasila”.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional itu, diperlukan pula suatu pembangunan bangsa Indonesia seperti yang tertera dalam alinea II Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang paling fundamentil, karena ia memuat Dasar Negara RI yakni; Pancasila yang tidak dapat diubah oleh siapapan, terkecuali oleh para pendiri negara yang bersangkutan. Jika pembukaan UUD 1945 dirubah, maka telah berdiri negara baru walaupun namanya Indonesia, tetapi bukan negara yang didirikan pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi negara Indonesia yang didirikan pada tanggal disahkannya pembukaan UUD 1945 yang baru. Saat ini para pendiri negara Republik Indonesia semuanya sudah berpulang ke Rahmatullah. Jadi jika kita tetap ingin Republik Indonesia sebagai negara Republik Indonesia yang lahir tanggal 17 Agustus 1945, maka bijaksanalah kita tidak merubah pembukaan UUD 1945.

Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa RI
Masing-masing sila yang ada pada Pancasila secara sendiri-sendiri atau terpisah satu dengan lainnya, masih banyak dimiliki oleh bangsa lain; seperti sila Ketuhanan YME, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan bangsa dimiliki oleh negara-negara seperti di Erofah Barat, dan Amerika serta sebagian besar negara-negara di Asia dan Afrika serta Australia. Tetapi sila tentang Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta Keadilan Sosial bagi seluruh raknyatnya (sering terjadi diskriminasi). Kedua sila banyak tidak dimiliki secara baik atau utuh oleh negara-negara di benua yang disebutkan di atas.
Selanjutnya banyak terdapat negara-negara yang menganut tidak percaya adanya Tuhan (Atheisme), seperti negara-negara di Erofah Timur, dan negara-negara di Timur Jauh.
Sedangkan kelima sila dari Pancasila itu bagi bangsa Indonesia sangat utuh saling berkaitan, masing-masing sila itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya yang merupakan karakter atau ciri khas bangsa Indonesia yang membedakan dengan karakter bagi bangsa-bangsa yang lain. Hal inilah yang dinamakan sebagai kepribadian bangsa Indonesia.

Sila Persatuan Indonesia
Sebagai Negara Archipelago (Kepulauan) yang tersebar di seluruh nusantara yang membentang dari Sabang (barat) sampai Merauke (timur), dari Kepualauan Natuna (utara) sampai Timor (selatan) yang terdiri dari ribuan pulau, lebih dari 250 juta jiwa, ratusan etnis, ratusan logat atau aksen bahasa juga ratusan jumlah bahasa, banyaknya jumlah keyakinan tentang agama dan keyakinan tentang kepercayaan terhadap Tuhan, banyaknya kepentingan aliran-aliran politik dan kemasyarakatan, maupun kepentingan pihak asing terhadap Indonesia berpotensi terciptanya konflik. Oleh karena itu potensi konflik harus dikelola dan mampu dikendalikan dengan dasar negara yang kokoh. Salah satu sila dari dasar negara RI ialah sila Persatuan Indonesia yang menjadi pilar utama dari pilar lainnya yang dicerminkan pada sila-silanya dalam Pancasila.
Dalam sila Persatuan Indonesia tersirat makna rasa persatuan bangsa dan kesatuan jiwa Indonesia. Pribahasa Indonesia yang berbunyi “Bersatu kita teguh, dan bercerai kita runtuh”.
Pada kondisi terciptanya rasa persatuan bangsa dan kesatuan jiwa merupakan perwujudan bangsa Indonesia mengaplikasikan rasa kasih sayang antar sesama komponen bangsa, maka rasa persamaan dan kebersamaan mampu diciptakan guna mencapai suatu kerukunan, kedamaian, keamanan, keselamatan, keselarasan, keserasian, keseimbangan, sikap gotong royong, sikap saling membantu dalam rangka mencapai tujuan bersama yakni tujuan nasional Indonesia melalui proses pencapaian tujuan pembangunan nasional sebagai cita-cita bangsa Indonesia yakni untuk mencapai suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan RI.  
Secara teoritis bahwa terciptanya rasa persatuan dan kesatuan bangsa membawa kepada suatu negara yang mempunyai kondisi stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Selanjutnya negara tersebut akan mampu melaksanakan pembangunan nasionalnya guna mewujudkan cita-cita bangsa berupa pencapaian suatu masyarakat yang adil dan makmur, yang indikasinya terciptanya pertumbuhan ekonomi (economic of growth)  yang tinggi, dan pemerataan pembangunan serta pemerataan hasil-hasil pembangunan dimaksud, baik secara materiil ekonomi (economic walfare) maupun secara spirituil (spiritual walfare) yang berkelanjutan.

Gerakan Kesetiakawanan Sosial
Sebagai salah satu wujud sila Persatuan Indonesia akan memunculkan suatu sikap kesetiakawanan sosial nasional.
Pada kondisi saat ini bangsa kita masih dalam ujian keterpurukan ekonomi dan mental spiritual, oleh karena itu marilah kita bangsa Indonesia berupaya bangkit dari segala keterpurukan yang selalu menimpa bangsa dan negeri ini, dengan selalu meningkatkan tali hubungan dengan Allah (Habluminallah), dan tali hubungan dengan sesama makhluq Allah (Hablumminannas).
Tali persaudaran dengan sesama makhluq Allah khususnya berupa persaudaraan sesama golongan (ukhuwah jami’iyah), persaudaraan sesama ummat Islam (ukhuwah islamiyah), persaudaraan sebangsa dan setanah air (ukhuwah wathoniah), dan persaudaraan sesama ummat manusia (ukhuwah insaniah).
  Upaya pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan Habluminallah sudah cukup tinggi seperti yang dilakukan oleh para Pemuka Agama dan ummatnya. Hal ini terlihat melalui dakwah-dakwah yang rutin dilakukan melalui Khotbah Jum’at, ceramah agama di Majlis Ta’lim, Kelompok Yasinan, dan semaraknya memperingati hari-hari besar Islam dengan diisi antara lain ceramah seputar Pelaksanaan Ibadah, dan Muamalah, serta Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, sebagai dakwah-dakwah bil-lisan yang tetap terus dikembangkan dan dilaksanakan. Namun Dakwah-dakwah bil-hal sebagai perwujudan pemberdayaan hablumminannas, perlu ditingkatkan secara bersama-sama baik oleh para pemuka Agama (Ulama) dan para penguasa (Umara) dan masyarakatnya. 
Ummat Islam di Indonesia secara kuantitas adalah mayoritas, namun secara kualitas masih perlu peningkatan pemberdayaannya secara sistematis. Sikap Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar juga masih lemah. Hal ini indikasinya  dari fenomena-fenomena sosial yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti angka kriminalitas yang masih tinggi yakni pencurian, perompakan, perjudian, miras, narkoba, illegal logging, illegal mining, illegal fishing dan lain-lain, rentenir, ijon, korupsi yang terjadi diberbagai sektor kehidupan, dan kurangnya rasa aman, sehingga menimbulkan bencana yang selalu menimpa bangsa Indonesia sebagai akibat prilaku sebagian saudara kita yang belum sesuai dengan kaidah atau norma hukum, norma adat, dan norma agama. Padahal Allah menciptakan kita sebagai makhluq Tuhan yang paling baik.






 
Petunjuk Al qur’an itu perlu kita yakini dan amalkan antara lain dengan menggalakkan gerakan masyarakat (gema) madani yang mempunyai ciri utama menjadikan nilai-nilai peradaban sebagai perwujudan kegiatan masyarakatnya. 

   
Bangsa kita yang mayoritas beragama islam dengan dasar negara Pancasila sangatlah relevan dengan kebudayaan masyarakat madani yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Ciri atau karakteristik masyarakat madani antara lain; Berke-Tuhanan YME, Penuh kedamaian (kerukunan), Tolong menolong (ta’awanu), Toleransi, Berkeseimbangan antara hak dan kewajiban sosial, Konsep Zakat Infaq Shadakah (ZIS), hibah bagi ummat islam, Jizyah dan Kharaj bagi non islam, sebagai wujud keseimbangan yang adil, Berperadaban tinggi, dan Berakhlaq mulia.
Bagi kita bangsa Indonesia sudah memenuhi karakteristik masyarakat madani, namun sangat disayangkan perwujudan dakwah bil-hal tersebut perlu lebih ditingkatkan lagi, agar Allah SWT meningkatkan barokahnya kepada kita, baik barokah dari langit maupun barokah dari bumi. Untuk itu mari kita pedomani QS: Al ‘Ashr tentang orang yang beruntung.


Semoga dengan tekad yang bulat, mari kita tanamkan niat, dan membangkitkan serta melaksanakan kesetiakawanan sosial sebagai dakwah bilhal yang juga sebagai implementasi ummat yang baik, Insya Allah bangsa kita terbebas dari berbagai keterpurukan dan krisis multi dimensi, serta terhindar dari bala bencana yang diujikan Allah kepada bangsa dan negeri kita tercinta, harapan kita selanjutnya semoga Allah SWT menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang memedomani antara lain QS: Al Ashr di atas, agar kita beruntung dan menjadi bangsa yang kuat, sejahtera, penuh barokah, dan mulia. 
______________________________
*)Dosen Kopertis Wilayah XI Kalimantan dpk pada Uniska MAA Banjarmasin
**)Dosen Tetap Yayasan Uniska dpk pada FKIP Uniska MAAB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar